1. Pengertian Hukum Adat secara Umum
Hukum adat mengatur tentang hukum perkawinan adat, hukum waris adat, dan hukum perjanjian adat.
Istilah hukum waris adat dalam hal ini dimaksudkan untuk membedakannya dengan istilah hukum waris Barat, hukum waris Islam, hukum waris Indonesia, hukum waris Batak, hukum waris Minangkabau dan
sebagainya. Walaupun seseorang/individu tersebut sudah meninggalkan kampung halamannya atau berada di daerah perantauan, ia tidak lupa pada adat istiadat daerahnya. Misalnya, seseorang yang sudah berada di daerah perantauan masih memegang teguh adat istiadat dari daerah/sukunya masing-masing, yang sering dijumpai adalah pada hal-hal yang berkaitan dengan perkawinan dan warisan.
Karena mengenai hal tersebut, pada masing-masing suku di Indonesia terdapat cara pengaturan yang khas dan ada suatu ciri yang menonjol dan adat istiadat masing-masing.
Hukum waris adat sesungguhnya adalah hukum penerusan harta kekayaan dari suatu generasi kepada keturunannya. Di dalam hukum waris adat tidak hanya semata-mata menguraikan tentang waris dalam hubungannya dengan ahli waris, tetapi lebih luas dari itu.
Hukum waris adat adalah hukum adat yang memuat garis-garis ketentuan tentang sistem dan asas-asas hukum waris, tentang harta warisan, pewaris dan cara harta warisan itu dialihkan.
1. Bentuk kekerabatan Hukum Adat
Masyarakat/bangsa Indonesia yang menganut berbagai macam agama dan kepercayaan yang berbeda-beda mempunyai bentuk-bentuk kekerabatan dengan sistem keturunan yang berbeda-beda. Sistem keturunan ini sudah berlaku sejak dahulu kala sebelum masuknya ajaran agama Hindu, Islam dan Kristen. Sistem keturunan yang berbeda-beda ini tampak pengaruhnya dalam sistem pewarisan hukum adat.
Hukum Keluarga Adat adalah hukum adat yang bentuknya tidak tertulis dan di dalamnya terdapat pengaturan mengenai hubungan hukum/ kekerabatan yang terdapat di antara satu individu dengan individu lainnya, apakah hubungan ayah dan anak, ibu, dan anak, kakek dan cucu dan sebagainya.
Kekerabatan merupakan hubungan kekeluargaan seseorang dengan orang lain yang mempunyai hubungan darah atau keturunan yang sama dalam satu keluarga. Kekerabatan suatu lembaga yang berdiri sendiri, lepas dari ruang lingkup yang disebut kekerabatan, suatu kesatuan yang utuh, bulat diantara anak dan ayah, berlangsung terus menerus tanpa batas. Atau, dengan perkataan lain bahwa hubungan antara anak dan ayah bukan ditentukan oleh adat semata-mata, tidak pernah berakhir dan tidak dapat diakhiri oleh adat,
hubungan ini berlangsung tanpa batas-batas adat, dan memang bukan suatu hubungan dalam arti kekerabatan. Individu sebagai keturunan (anggota keluarga) mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tertentu yang
berhubungan dengan kedudukannya dalam keluarga yang bersangkutan.Hubungan kekeluargaan merupakan yang sangat penting dalam hal :
a. Masalah perkawinan, untuk meyakinkan apakah ada hubungan
kekeluargaan yang merupakan larangan untuk menjadi suami istri
(misalnya terlalu dekat, adik kakak sekandung).
b. Masalah waris, hubungan kekeluargaan merupakan dasar pembagian harta
peninggalan.
Secara teoritis sistem kekeluargaan dapat dibagi dalam tiga corak, yaitu :
a. Sistem Kekeluargaan Patrilineal
Sistem keturunan yang ditarik menurut garis bapak, kedudukan pria lebih
menonjol pengaruhnya daripada kedudukan wanita di dalam pewarisan.
(Gayo, Alas, Batak, Nias, Lampung, Buru, Seram, Nusa Tenggara, Irian).
b. Sistem Kekeluargaan Matrilineal
Sistem keturunan yang ditarik menurut garis ibu, kedudukan wanita lebih
menonjol pengaruhnya daripada kedudukan pria di dalam pewarisan
(Minangkabau, Enggano, Timor).
c. Sistem Kekeluargaan Parental atau Bilateral
Sistem keturunan yang ditarik menurut garis orang tua, atau menurut garis dua sisi (bapak-ibu), dimana kedudukan pria dan wanita tidak dibedakan di dalam pewarisan (Aceh, Sumatera Timur, Riau, Kalimantan, Sulawesi dan lain-lain).
Antara sistem keturunan yang satu dan yang lain dikarenakan hubungan perkawinan, dapat berlaku bentuk campuran atau berganti-ganti di antara, sistem patrilineal dan matrilineal . Dalam perkembangannya di
Indonesia sekarang tampak bertambah besarnya pengaruh kekuasaan bapak-ibu (parental) dan berkurangnya pengaruh kekuasaan kerabat dalam hal yang menyangkut kebendaan dan pewarisan. Namun demikian, di kalangan masyarakat pedesaan masih banyak juga yang bertahan pada sistem keturunan dan kekerabatan adatnya yang lama. Hazairin menyatakan : "Hukum waris adat mempunyai corak tersendiri dari alam pikiran masyarakat yang tradisional dengan bentuk kekerabatan yang sistem keturunannya patrilineal, matrilineal, parental atau bilateral.Dengan catatan bahwa pemahaman terhadap bentuk-bentuk masyarakat adat kekerabatan itu tidak berarti bahwa sistem hukum waris adat untuk setiap bentuk kekerabatan yang sama akan berlaku sistem hukum waris adat yang sama. Masalahnya dikarenakan di dalam sistem keturunannya yang
sama masih terdapat perbedaan dalam hukum yang lainnya,
2. Bentuk Sistem Perkawinan
Perkawinan adalah salah satu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat kita. Oleh karena itu perkawinan tidak hanya menyangkut perempuan dan pria yang akan menjadi suami istri saja tetapi juga menyangkut orang tua kedua belah pihak, saudara-saudaranya, bahkan kerabat lainnya.Perkawinan juga bukan hanya sekedar untuk memenuhi tuntutan kebutuhan hidup tetapi perkawinan itu untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal serta terbentuk rumah tangga yang sehat dan anak yang lahir dari keturunan yang sah.
Material.Perkawinan menurut hukum adat tidak semata-mata. berarti suatu ikatan antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri untuk maksud mendapatkan keturunan dan membangun serta membina kehidupan keluarga rumah tangga, tetapi juga berarti suatu hubungan hukum yang menyangkut para anggota kerabat dan pihak istri dan pihak suami.
Hukum Perkawinan Adat adalah hukum Adat yang bentuknya tidak tertulis dan di dalamnya terdapat ketentuan mengenal tata tertib/aturan perkawinan. Tentang keabsahan perkawinan, hukum adat menggantungkannya pada sistem kekeluargaan yang dianut oleh masyarakat hukum tempat para calon
mempelai tinggal. Sebagaimana diketahui bahwa sistem penarikan garis keturunan menurut hukum adat di antaranya adalah dalam bentuk patrilineal, matrilineal, dan parental.
a. Bentuk perkawinan pada masyarakat patrilineal
Suatu masyarakat yang menarik garis keturunan dari pihak ayah (patrilineal) mengenal bentuk perkawinan eksogami. Misalnya, bentuk perkawinan jujur pada masyarakat Batak Toba yang mengharuskan adanya perbedaan klan antara calon mempelai laki-laki dengan perempuan. Pihak laki-laki menarik pihak perempuan untuk masuk ke dalam klannya. Dengan demikian, si perempuan memiliki hak dan kewajiban yang
sepadan dengan anggota-anggota keluarga laki-laki yang lain. Penarikan perempuan ke dalam klan si laki-laki ini harus disertai dengan pemberian jujur, berupa barang-barang yang memiliki nilai kepada keluarga pihak
perempuan. Hal ini dilakukan karena masyarakat Batak mempercayai bahwa pemberian jujur menggambarkan simbol sebagai pengganti kedudukan perempuan dalam suatu klan.
b. Bentuk perkawinan pada masyarakat matrilineal
Masyarakat matrilineal mengenal pula bentuk perkawinan eksogami, dengan beberapa perbedaan daripada masyarakat patrilineal. Misalnya, di Minangkabau yang berlaku tiga bentuk perkawinan, yaitu kawin
bertandang (semenda), kawin menetap dan kawin bebas. Dalam kawin bertandang, suami dan istri tidak hidup bersama, masing-masing tetap, berada dalam lingkungan klannya. Kedudukan suami semata-mata berstatus sebagai tamu, yang bertandang ke keluarga istrinya, tidak berhak atas anaknya, harta benda istri dan segala hal yang bersangkutan dengan rumah tangga.
Harta kekayaan yang dihasilkan suami hanya untuk dirinya sendiri, ibunya, saudara-saudaranya dan anak-anaknya (harta. suarang).Perkembangan dari kawin bertandang adalah kawin menetap, suami dan istri hidup dalam satu rumah. Kebersamaan ini terjadi karena. rumah gadang dipandang tidak lagi mencukupi untuk ditempati sehingga mereka harus pindah dan membentuk keluarga sendiri, sumber mata pemahaman
dan pengurusan harta kekayaan secara mandiri yang selanjutnya akan diwariskan pada anak-anaknya dan menjadi harta. peninggalan generasi pertama (harta pusaka rendah). Bentuk kawin bebas adalah setiap orang
bebas dapat memilih sendiri pasangannya masing-masing tanpa harus terikat pada kondisi-kondisi khusus bahwa hukum adat mengikat bagi kelompok mereka. Bentuk kawin bebas ini biasanya dilakukan oleh mereka, suami istri dari Minangkabau yang telah melakukan perpindahan tempat tinggalnya (migrasi).
c. Bentuk perkawinan pada masyarakat parental
Dalam masyarakat parental bentuk perkawinan yang dilaksanakan adalah perkawinan bebas, setiap orang boleh kawin dengan siapa, saja sepanjang tidak dilarang oleh hukum adat setempat atau karena. alasan agama.
Artinya, syarat syahnya suatu perkawinan tidak ditentukan oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan klan seseorang,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar